Menelurusi Peran Pemuda Salaf

Sobat muda shalihah…

Rasanya cepat sekali waktu berlalu. Sepertinya baru kemarin kita menikmati masa kecil yang penuh kebahagiaan, limpahan kasih sayang. Apapun yang kita inginkan, orang tua kita pasti akan berupaya sedaya usaha untuk mewujudkannya. Bermanja ria, menghabiskan waktu dengan bermain, ber-eksplorasi, mencoba banyak hal tanpa berfikir manfaat dan bahayanya.

Sekarang, kita bukan lagi anak kecil. Tiba-tiba kita sudah melewati masa baligh. Masa di mana Allah menetapkannya sebagai batas usia taklif (beban syariat, kewajiban dan larangan-larangan). Masa di mana kita mulai diajak untuk berfikir, menimbang, bertanggung jawab atas setiap perbuatan dan pilihan yang kita pilih. Masa di mana di tangan kita lah, harapan umat tergenggam. Jika kita tegak dalam kebaikan, umat akan baik. Pun sebaliknya, jika kita tumbang dalam kubangan keburukan, umat akan ikut tenggelam.

Ada Apa di Masa Muda?

Shalihah… masa ini juga tidak lama. Ia akan segera berlalu menuju tua. Meski tak sedikit yang tak menunggu renta untuk dipanggil Allah menghadap-Nya. Maka, jangan biarkan ia berlalu sia-sia.

Mari kita simak kalam Allah yang indah ini…

﴿ ۞ اَللّٰهُ الَّذِيْ خَلَقَكُمْ مِّنْ ضَعْفٍ ثُمَّ جَعَلَ مِنْۢ بَعْدِ ضَعْفٍ قُوَّةً ثُمَّ جَعَلَ مِنْۢ بَعْدِ قُوَّةٍ ضَعْفًا وَّشَيْبَةً ۗيَخْلُقُ مَا يَشَاۤءُۚ وَهُوَ الْعَلِيْمُ الْقَدِيْرُ ٥٤ ﴾

Allah adalah Zat yang menciptakanmu dari keadaan lemah, kemudian Dia menjadikanmu kuat setelah keadaan lemah. Lalu, Dia menjadikanmu lemah kembali setelah keadaan kuat dan beruban. Dia menciptakan apa yang Dia kehendaki. Dia Maha mengetahui lagi Maha kuasa. (Ar-Ruum, 30:54)

Kata lemah yang pertama berarti masa ketika masih berupa nutfah. Kata lemah yang kedua berarti masa kanak-kanak. Adapun kata kuat berarti masa muda.

Masa muda adalah masa full energi di antara dua masa lemah. Ia didahului dengan masa kanak-kanak yang masih membutuhkan bantuan orang tua dan orang lain di banyak hal. Dan berakhir dengan lemah sebab lanjutnya usia, yang juga akan kembali sering merepotkan orang lain dalam banyak hal.

Masa paling berharga, di mana seseorang akan bercita-cita di masa ini, lalu akan mengupayakan segenap usaha untuk menggapainya.

Masa kreatifitas tanpa batas, ide dan inspirasi yang terus bermunculan, menarik untuk segera dituangkan nyata.

Jika masa kanak adalah masa kekuatan tanpa akal, sedang masa tua adalah masa penuh hikmah tanpa kekuatan, maka masa muda adalah masa yang berkumpul di dalamnya dua energi tersebut. Akal fikiran dan kekuatan. Itulah kenapa Allah tidaklah mengutus seorang Nabi kecuali pasti di masa mudanya.

Jejak Pemuda Salaf

Ada banyak kisah para shahabat dan salafus shalih tentang bagaimana mereka memanfaatkan masa muda dengan hal-hal positif. Bagaimana Allah mencurahkan barakah-Nya dalam hidup mereka. Menebar kebermanfaatan untuk orang lain. Menyibukkan diri dengan Al-Quran, hadits, serta ilmu yang mendukung keduanya, sains, membaca, menelaah, menulis, dan jutaan karya lainnya.

Zaid bin Tsabit, shahabah mulia yang baru berusia sebelas tahun ketika Rasul datang ke Madinah. Kagum dengan kecerdasannya, Rasul pun memberinya misi mulia, mempelajari bahasa yang dipakai Yahudi. Agar memudahkan Rasul dalam berkomunikasi dengan Yahudi, tetangga mereka di Madinah, juga sebagai sarana dakwah kepada mereka.

Hanya dalam waktu setengah bulan, Zaid berhasil menguasai bahasa tersebut dengan baik. Selanjutnya, bahasa Suryani, yang berhasil beliau kuasai hanya dalam waktu tujuh belas hari.

Pun dengan generasi muda shahabat yang lain. Ibnu Abbas, Ibnu Umar, yang menyibukkan dirinya dengan belajar. Hingga kelak sepeninggal Rasulullah, merekalah penyambung kalam Rasul kepada generasi selanjutnya, para tabi’in.

Lihatlah Imam Asy-Syafi’i, yang telah dipercaya umat menjadi mufti di usianya 15 tahun. Masya Allah. Sejak kanak, beliau sibuk menghafal Al-Quran, hadits, kitab al-Muwatho’ milik gurunya, Imam Malik.

Muhammad Al-Fatih, berhasil menaklukkan Konstantinopel di usianya 21 tahun. Itu berarti di tahun-tahun sebelumnya pastilah ia disibukkan dengan mempelajari berbagai disiplin ilmu, memikirkan strategi penaklukan, merancang metode pembebasan, mempelajari banyak hal. Maka sungguh layak, jika Allah akhirnya memilihnya menjadi sebaik-baik pemimpin, sebagaimana sabda Rasul saw yang diriwayatkan oleh Imam Ahmad:

“Konstantinopel benar-benar akan ditaklukkan, maka sebaik-baik pemimpin adalah pemimpinnya, dan sebaik-baik pasukan adalah pasukan itu.”

Abul Wafa’ Ibnu ‘Uqail (wafat tahun 513 H), seorang teolog dari madzhab Hanbali, penulis kitab AlFunun yang konon mencapai 800 jilid, berkata di saat usianya 80 tahun:

مَا شَابَ عَزْمِي وَلَا حَزْمِي وَلَا خُلُقِي

          وَلَا وَلَائِي وَلَا دِيْنِي وَلَا كَرَمِي

وَإِنَّمَا اعْتَاضَ شَعْرِي غَيْرَ صِبْغَتِهِ

          وَالشَّيْبُ فِي الشَّعْرِ غَيْرُ الشَّيْبِ فِي الهِمَمِ

Azamku, tekadku, perangaiku, tidaklah menua

Pun kesetianku, agamaku, dan juga kedermawananku

Hanya memang rambutku telah berubah warna

Namun, uban di rambut tidaklah mengisyaratkan lemahnya cita-cita

Masya Allah… dikisahkan bahwa di masa mudanya, beliau bahkan memilih makan roti yang dicelup dengan air untuk menghemat waktu makannya, agar segera bisa menelaah, belajar, menulis, dan berfikir kembali. Ia haramkan dirinya menyia-nyiakan waktu walau hanya satu detik dalam hal yang tidak bermanfaat.

Yuk, Berperan…

Sobat muda yang dimuliakan Allah…

Hidup adalah tentang ibadah. Hidup adalah kebermanfaatan terbaik terhadap sesama. Ia yang hanya sekali, namun menentukan mudah tidaknya perjalanan kita berikutnya.

Biasakan diri dengan ibadah wajib, paksakan untuk menambah amalan-amalan sunnah. Hingga kita rasakan kelezatan menghamba kepada-Nya, hingga kita nikmati masa muda kita melazimi misi hidup setiap insan, yakni ibadah. Semoga dengan begitu, Allah berkenan melimpahkan taufiq-Nya kepada kita, untuk tetap diberi kekuatan beribadah di saat usia tak lagi muda, di saat kekuatan mulai melemah.

Banyak hal positif yang bisa kita lakukan, menebar manfaat kepada sesama, sesuai dengan kemampuan dan kelebihan yang Allah karuniakan kepada masing-masing kita. Sebaik-baik manusia adalah yang paling banyak menebar manfaat kepada sesama, begitu Rasul memotivasi kita. Apapun profesi kita, niatkan selalu untuk Allah. Jadikan semua yang kita lakukan dalam bingkai ibadah.

Sebarkan nilai-nilai Islam kepada umat. Biarkan umat melihat indahnya Islam dari akhlakmu, adabmu, santunmu, Qur-an-mu, tutur katamu, hijabmu, kesederhanaanmu, dan ilmu yang berbuah amal-mu.

Shalihah-lah, lalu biarkan orang lain merasakan keshalihan-mu.

Seperti Bunda Khadijah, berkhidmad untuk ekonomi umat. Sebagaimana Bunda Aisyah, berkhidmad di bidang ilmu. Selayak Rufaidah Al-Anshoriyah yang berkhidmad merawat yang terluka. Seindah Maryam, Muadzah, yang tetap teguh menjaga kesucian. Secantik Asiyah dan Ruqoyyah bint Muhammad dalam kesabaran melewati ujian-ujian. Setangguh Nusaibah dan Sumayyah, teladan dalam keberanian. Atau Asma bint Yazid, Saffanah bint Hatim, orator-nya para wanita.

Semoga Allah berkenan memasukkan kita dalam golongan yang dikabarkan oleh Rasulullah: tujuh golongan yang akan dinaungi Allah, di hari tiada naungan selain naungan dari-Nya, diantaranya adalah pemuda yang tumbuh dalam ketaatan kepada Allah Ta’ala. Amin Allahumma Amin…

Allahu a’lam.

Leave a Reply

%d