Ibarat sebuah tangga, demikianlah seorang muslimah menapaki setiap perannya. Peran yang menuntutnya dapat berkontribusi secara aktif dalam perjuangan iqomatuddien.
Setiap anak tangga memiliki tuntutan yang berbeda, akan tetapi kewajiban asasi yang mendasarinya tak pernah berubah sama sekali, yaitu senantiasa memperbaiki diri sendiri dan menyeru orang lain kepada Allah. Inilah kewajiban asasi dalam dakwah dan iqomatuddien. Sepanjang hayat masih di kandung badan, nafas yang masih mengalir dalam diri seorang muslimah multazimah haruslah nafas pergerakan dalam rangka menghambakan diri dan manusia kepada Allah. Tak ada lelah dan istirahat untuk itu, karena hakikat istirahat adalah sebuah kelalaian, sebagaimana dituturkan Imam Syafi’i mengingatkan umat akan kecenderungannya.
Bahkan setelah menikah dan berkeluarga, kewajiban ini semakin dikukuhkan melalui firman Nya,
يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا قُوا أَنفُسَكُمْ وَأَهْلِيكُمْ نَاراً وَقُودُهَا النَّاسُ وَالْحِجَارَةُ عَلَيْهَا مَلَائِكَةٌ غِلَاظٌ شِدَادٌ لَا يَعْصُونَ اللَّهَ مَا أَمَرَهُمْ وَيَفْعَلُونَ مَا يُؤْمَرُون ٦
“Hai orang-orang yang beriman, peliharalah dirimu dan keluargamu dari api neraka yang bahan bakarnya adalah manusia dan batu; penjaganya malaikat-malaikat yang kasar, keras, dan tidak mendurhakai Allah terhadap apa yang diperintahkan Nya kepada mereka dan selalu mengerjakan apa yang diperintahkan. [QS. At-Tahrim: 6]
Kini muslimah tak lagi sendiri setelah memasuki gerbang pernikahan. Ada suami yang menggenapkan separuh diennya. Berharap azzam dalam dakwah dan iqomatuddien semakin kuat dengan komitmen dan kebersamaan. Memulai karir yang sebenarnya. Bersama menegakkan keluarga muslim ideal di tengah dasyatnya gempuran budaya dan peradaban barat yang ingin melindasnya. Bersinergi saling bahu membahu membangun tunas-tunas baru peradaban, saling meyempurnakan tugas dan kewajiban masing-masing menurut syariat Islam yang adil dan sempurna.
Backup bagi suami
Tidaklah berlebihan kiranya jika disebutkan bahwa di balik setiap laki-laki besar ada seorang wanita di belakangnya. Ada peran penting yang dimainkan seorang wania dalam mendukung kebesaran namanya. Apapun profesinya, apapun bidangnya, apapun kehebatannya. Mereka tak mungkin melaju ke depan sedemikian rupa dengan sendirinya. Selalu ada keuletan, kesabaran, kesetiaan, dukungan, pengorbanan dan doa seorang ibu atau seorang istri baginya.
Setiap yang telah menikah pastilah merasakan betapa ia membutuhkan keberadaan seorang istri di sisinya. Yang demikian Allah juga telah menegaskannya dalam firman Nya,
وَمِنْ آيَاتِهِ أَنْ خَلَقَ لَكُم مِّنْ أَنفُسِكُمْ أَزْوَاجاً لِّتَسْكُنُوا إِلَيْهَا وَجَعَلَ بَيْنَكُم مَّوَدَّةً وَرَحْمَةً إِنَّ فِي ذَلِكَ لَآيَاتٍ لِّقَوْمٍ يَتَفَكَّرُونَ
“Dan di antara tanda-tanda kekuasaan Nya ialah Dia menciptakan untukmu istri-istri dari jenismu sendiri, supaya kamu cenderung dan merasa tentram kepadanya, dan dijadikan Nya di antaramu rasa kasih dan sayang. Sesungguhnya pada yang demikian itu benar-benar terdapat tanda-tanda bagi kaum yang berfikir.” (QS. Ar-Ruum: 21)
Kecenderungan fitri ini merupakan karunia Allah yang sangat besar. Yang tak tergantikan, yang menjadikan hidup penuh warna dan semangat. Sehingga tak heran, jika wanita dapat memenuhi seluruh peran dan funginya, bisa melampaui seluruh perhiasan dunia. Rasulullah bersabda: “Dunia adalah perhiasan, dan sebaik-baik periasan dunia adalah wanita sholihah.”
Ada sebuah rahasia lain mengenai peran seorang istri yang tersirat dalam ayat-ayat Nya. Kata “taskunuu” dalam al-Quran selain ayat di atas, hanya akan kita jumpai pada ayat-ayat yang semuanya berbicara tentang malam, di antara ayat-ayat tersebut adalah,
وَمِن رَّحْمَتِهِ جَعَلَ لَكُمُ اللَّيْلَ وَالنَّهَارَ لِتَسْكُنُوا فِيهِ وَلِتَبْتَغُوا مِن فَضْلِهِ وَلَعَلَّكُمْ تَشْكُرُون
“Dan karena rahmatNya, Dia jadikan untukmu malam dan siang, supaya kamu beristirahat pada malam itu dan supaya kamu mencari sebahagian dari karunia Nya (pada siang hari) dan agar kamu bersyukur kepada Nya.” (QS. Al-Qashas : 73)
Maha Suci Allah yang telah menjadikan malam sebagai waktu beristirahat. Tersirat dalam ayat ini bagaimana seharusnya seorang istri bisa memberikan ketenangan malam bagi sang suami untuk beristirahat dari segenap lelah, gundah dan masalah. Inilah idealnya!! Menjadi backup bagi suami di seluruh medan kehidupan dan perjuangan.
Dalam realitas kehidupan seorang mujahid, seorang istri harus menyadari benar konsekwensi jalan yang ditempuhnya. Sehingga ia tidak berangan-angan sesuatu yang mustahil diraihnya. Dan implikasinya, ia bisa mengambil peran dan memberikan kontribusi yang tepat dan terbaik sesuai kemampuannya. Suaminya bukan seperti suami kebanyakan yang bekerja, pergi pagi pulang sore, membawa rizki dunia, selalu ada setiap saat, bercengkerama setiap hari dalam sebuah rumah yang nyaman….. serta angan-angan lain yang mungkin sempat menyelinap dalam hati dan fikiran manusiawi seorang istri. Jauhkanlah angan-angan itu yang membuat kita menjadi lemah dan pengecut!! Kemuliaan bukan terletak pada seberapa banyak kita menikmati kehidupan dunia. Justru dunialah yang menjadi penghalang terbesar bagi seseorang untuk menapaki jalan kemuliaan, yakni jalan jihad fie sabilillah
Ummul Mukminin, Khodijah adalah qudwah backup terbaik bagi dakwah dan perjuangan Rasulullah di awal bi’tsah beliau. Kepercayaan beliau, dukungan penuhnya dengan seluruh jiwa raga dan hartanya, perlindungannya, perasaan aman dan tentram yang beliau hadirkan di tengah kegundahan dan ketakutan Rasulullah saat menerima wahyu yang pertama kali, juga solusi nyata yang beliau berikan dengan mengajak Rasulullah menemui anak pamannya, Waraqah bin Naufal, adalah kenangan yang tak tergantikan bagi Rasulullah sehingga Aisyah pernah sangat cemburu kepadanya. Oleh sebab itu pula Jibril datang menyampaikan salam untuknya.
Marilah kita reguk mata air keteladanan ini supaya hati menguat, sehingga kita bisa selalu mendampingi perjuangan suami, memudahkan dan membantu seluruh urusannya, bukan sebagai penghambat di jalannya. Wallahu a’lam bish showab.
Najmach Wafa’
disadur dari majalah “usrotuna” risalah 8
(oleh Ummu Syahida)